Wilayah lautan mempunyai kekayaan dan keanekaragaman
hayati terbesar didunia. Lautan banyak memberikan kontribusi dalam bidang ilmu
pengetahuan terutama mengenai organisme laut. Ekosistem lautan merupakan sistem
lingkungan akuatik terbesar di planet bumi (Nyabakken, 1988 dalam Aullia dkk,
2012).
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut karena menjadi sumber
kehidupan bagi beranekaragam biota laut. Ekosistem
terumbu karang terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih. Perairan tersebut merupakan perairan yang paling
produktif diperairan laut tropis, serta memiliki keanekaragaman hayati yang
sangat tinggi (Dahuri, 1999).
Kerusakan
ekosistem terumbu karang dapat mengakibatkan terganggunya seluruh kehidupan di laut dan pantai yang ada di wilayah
tersebut. Pencemaran oleh berbagai macam limbah di pantai dapat mengganggu
kelangsungan hidup terumbu karang yang membutuhkan perairan yang bersih. Faktor
lain yang dapat mengancam kelestarian terumbu karang diantaranya penangkapan ikan dengan menggunakan peledak dan
bahan kimia beracun, aktivitas penambangan yang berlebihan sebagai bahan
bangunan dan sebagai hiasan, selain itu peningkatan suhu bumi juga merupakan
ancaman yang cukup berbahaya bagi terumbu karang. Belakangan ini diperkirakan hampir 25%
dari kehidupan ekosistem terumbu karang telah mati dan diakibatkan dari
peningkatan suhu bumi yang mencapai 4°C.
Kerusakan terumbu karang dapat disebabkan dari bahan peledak, cyanide,
pencemaran dari daratan terutama akibat sedimentasi serta kontaminasi minyak
dari kapal dan oil mining di laut
(Soedharma, 2005). Penyebab penurunan karang juga diperkirakan berasal dari faktor
antropogenik, seperti penangkapan ikan yang berlebihan, polusi, dan
sedimentasi. Angin topan dan badai tropis juga merupakan faktor penentu yang
mengakibatkan gangguan alam yang paling jelas dan sangat mempengaruhi struktur
dan fungsi ekosistem terumbu karang. Kerusakan karang yang banyak terjadi
secara umum adalah penyakit karang sepeti pemutihan karang (coral bleaching) di beberapa tempat
seperti Florida yang menunjukkan terjadinya
penurunan tingkat penutupan karng hingga mencapai 38% (Williams et al,
1990). Hal ini seperti yang telah dikemukakan oleh Crabbe (2012) yang
mengaatakan bahwa terumbu karang di seluruh dunia sedang mengalami tantangan
berat dari berbagai faktor antropogenik dan lingkungan termasuk overfishing, praktek penangkapan ikan
yang dapat merusak, coral bleaching,
pengasaman laut, kenaikan permukaan laut, algal
blooms, agricultural run-off,
pembangunan pesisir dan resor, polusi laut, peningkatan penyakit karang,
spesies invasif, dan badai / kerusakan siklon.
Gambar 1. Coral Bleacing
Gambar 2.
Degradasi Lingkungan
Akibat
dari aktivitas yang sudah disebutkan diatas terumbu karang yang terdapat di Indonesia hanya
tersisa 30% dalam kondisi baik, 37% dalam kondisi sedang, dan 33% rusak parah. Pemantauan kondisi terumbu karang dapat
menggunakan beberapa metode pendeteksi dini. Metode yang paling sering
digunakan adalah metode LIT (Line
Intercept Transect), yaitu metode yang digunakan untuk menentukan penutupan
komunitas bentos yang hidup bersama karang serta penutupan karang itu sendiri (Aulila
et al., 2012). Namun, metode LIT bukan merupakan metode satu-satunya yang dapat
digunakan dalam memantau kondisi lingungan terumbu karang, terdapat pula Reef check dan metode yang dapat
menggunakan bioindikator (Aulia et al., 2012).
Metode sederhana yang dapat digunakan
untuk memantau kondisi terumbu karang adalah penghitungan indeks keanekaragaman biota yang
berasosiasi dengan terumbu
karang termasuk foraminifera
bentik (Natsir dan Subkhan, 2010).
Foraminifera dapat dikatakan sebagai bioindikator karena sudah banyak digunakan
sebagai bioindikator lingkungan perairan dan lingkungan paleo. Lingkungan paleo
meupakan lingkungan pengendapan karena adanya proses sedimentasi dan dapat
dikorelasikan dengan umur batuan (Rifai, 2004). Foraminifera memerlukan kesamaan kualitas
air dengan berbagai biota pembentuk terumbu karag dan siklus hidupnya cukup
singkat sehingga dapat menggambarkan perubahan lingkungan yang terjadi dalam
aktu cepat (Hallock et al.,
2003).
Kerusakan terumbu karang tidak hanya mengancam organisme
dan ikan yang hidup disekitarnya, tetapi juga mengancam kehidupan manusia
karena manusia membutuhkan sumber pangan dari ikan yang salah satu ekosistemnya
adalah terumbu karang. Kondisi terumbu karang di Indonesia umumnya mengalami
kerusakan yang cukup parah. Hal ini
berakibat buruk bagi ekosistem terumbu karang di Indonesia bila dibiarkan tanpa
solusi. Untuk itu perlu langkah penyelamatan dan usaha mencarikan solusi lain
agar sumberdaya ikan yang menggantungkan aktifitasnya di ekosistem terumbu
karang. Upaya dan solusi yang di lakukan dalam mencegah kerusakan ekosistem
terumbu karang diantaranya:
a.
Peningkatan Pengetahuan dan Penyadaran Masyarakat
Penangkapan ikan secara destruktif
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat sekitar akan pentingnya
kelestarian terumbu karang. Karena itu, semua pihak baik berkepentingan maupun
ataupun tidak memang harus mengetahui dan memahami ekosistem pesisir dan laut,
termasuk ekosistem terumbu karang, dengan memberikan pengetahuan dan penyuluhan
dalam upaya penyadaran masyarakat sekitar akan manfaat dan tujuan dari terumbu karang
tersebut.
b.
Pengawasasan dan penertiban kawasan koservasi terumbu karang
Untuk
mencegah terjadinya kerusakan yang berkelanjutan pemerintah dan masyarakat
harus melakukan pengawasan dan penertiban secara penuh. Contoh melakukan
pengawasan terhadap kawasan terumbuh karang secara rutin dan penertiban
terhadap kapal-kapal pesiar maupun nelayan untuk tidak membuang jangkar
sembarangan di kawasan konservasi terumbu karang (Kholis, 2013).
c.
Membuat apartemen ikan
Apartemen
ikan (Rumah Ikan) adalah suatu bangunan berongga
yang tersusun dari konstruk
partisi plastik, shelter, dan pemberat yang ditempatkan di dasar perairan berfungsi sebagai tempat
berpijah bagi ikan-ikan dewasa (spawning
ground) dan atau areal perlindungan, asuhan dan pembesaran bagi telur,
larva serta
anak-anak ikan (nursery ground) yang bertujuan untuk memulihkan ketersedian (stok)
sumberdaya ikan. Pengembangan rumah ikan merupakan bentuk kegiatan pengayaan
stok yang ditujukan untuk menjaga keberlanjutan
pemanfaatan sumberdaya ikan melalui introduksi buatan sebagai area khusus, yang
diharapkan mempengaruhi atau menggantikan sebagaian peran/fungsi ekologis
habitat alami sumberdaya ikan seperti Terumbu Karang, Mangrove dan Padang Lamun
(Bambang, dkk, 2011).
0 comments:
Post a Comment